Minggu, 09 Juni 2013

Freedive: It’s a big deal?

Saya lahir di pulau Kalimantan, beruntung karena di anugerahi berbagai kekayaan alam, salah satunya adalah sungai. Sungai dikalimantan besar-besar, sebut saja sungai Kapuas, tentu sudah pernah dengar kan. Sungai di kampung saya namanya sungai Melawi, lebarnya kurang lebih 800 m, airnya berarus dan berwarna cokelat. Sungai yang besar begini, biasa kami sebut dengan laut. Aktivitas yang saya sukai sejak kecil tentu saja mandi di sungai. Melompat dari atas pohon pelam, main kejar-kejaran dan main petak umpet di sungai. Untuk permainan kejar-kejaran, kemampuan yang mendukung antara lain adalah menyelam dan kecepatan beranang. Kemampuan menyelam sangat penting untuk menyergap target. Karena cukup sulit untuk menyergap apabila lawan memiliki kemampuan berenang yang cepat. Menyelam juga dapat digunakan untuk menghindar. Air sungai yang cokelat, memungkinkan kita menghilang saat menyelam. Menyelam bukan sembarang menyelam, tapi menyelam mencari tempat perlindungan atau menyelam selama-lamanya sampai yang jadi (si pengejar) pergi. Berbeda lagi kalau bermain petak umpet Kemampuan yang mendukung permainan ini adalah kamuflase dan bersembuyi. Biasanya tempat favorit untuk bersembunyi adalah di bawah jamban. Jamban adalah bangunan yang mengapung di atas sungai. jamban mengapung dengan beberapa batang kayu besar, dan di atas batang-batang kayu tersebut di susun papan sebagai lantai dan satu pondokan sebagai WC. Lebih kurangnya visualisasi jamban seperti rakit yang besar. Tidak  mudah untuk bersembuyi di batang jamban. Jarak antara batang kayu yang menopang jamban sangat rapat, belum lagi ditumbuhi lumut-lumut hijau. Gelombang yang muncul akibat kapal motor yang lewat, bisa membuat jamban bergoyang hebat. Strategi selanjutnya adalah melakukan kamuflase di antara tumbuhan semak air. Untuk melakukan kamuflase di tumbuhan semak air, kita harus meminimalkan bagian tubuh yang muncul kepermukaan. Biasanya hanya sedikit bagian kepala dan hidung untuk bernafas saja yang muncul kepermukaan. Wah seru sekali jika mengingat masa-masa itu. Tidak ada yang cidera karena aktivitas kami di sungai. paling-paling kami di pelasah (di pukul) mamak karena lupa waktu mandi di sungai sampai adzan magrib dikumandangkan.
Berbelas tahun kemudian ketika saya mengenal selam bebas pertama kali, saya teringat masa kecil saya di sungai Melawi itu. Selam bebas atau yang kini popular disebut free dive, mula-mula di adopsi dari kegiatan orang-orang kampung di pesisir laut atau sungai. Di Indonesia, yang terkenal ialah suku Bajo. Ke-bebasan dan keluguan aktivitas selam bebas inilah yang kemudian membuat para pecinta olah raga selam tertarik untuk mempelajari selam bebas. Seiring semakin populernya selam bebas, olah raga ini kian memasyarakat ke segala lapisan masyarakat.  Peralatan-peralatan selam bebas mulai bermunculan, teknik-teknik menyelam juga sangat beragam, sertifikasi pun di adakan, kompetisi-kompetisi dan mepecahan rekor pun diperlombakan, tidak ketinggalan berbagai kabar berita tentang kejadian-kejadian yang menimpa para pelaku selam bebas ketika melakukan aktivitasnya seperti  cidera sementara atau permanen biasanya pada organ telinga dan keseimbangan, sampai merenggut nyawa karena black out.

Selam bebas jadi banyak kepentingan. Kepentingan penyedia alat, tentu saja ingin alat-alatnya laku, dan konsumen dipacu untuk membeli dengan rasionalisasi alasan ini dan itu. Kepentingan pihak sertifikasi pun ingin lembanganya menjadi kredibel dan tentunya profitable, sama saja, selalu ada alasan rasioanl untuk meramaikan sertifikasi, dan tentu saja prestisius bagi yang mendapat sertifikat. Menciptakan rekor menjadi kepuasan dan sebagainya. Semua kepentingan beralasan dan tidak salah, alat memang banyak kegunaan, sertifikasi itu menunjukkan kemampuan seseorang, dan sebagainya-dan sebagainya. namun itu semua bukan menjadi jaminan mutlak. Fenomenannya adalah, seiring dengan banyaknya kepentingan-kepentingan yang menyertai aktivitas selam bebas maka semakin tinggi juga resiko yang dapat terjadi, black out dan cidera bisa menimpa siapa saja. Selam bebas kehilangan ke-bebasan dan keluguannya, kehilangan akar dan asal-usulnya. It’s a big deal. Keputusan berada pada pundak masing-masing pelaku selam bebas. Apa yang diinginkan, selam bebas dengan berbagai kepentingan ataukah merasakan bebasnya menyelam, ya.. seperti dari mana selam bebas itu berasal, dari kampung, dari tempat seperti anak-anak sungai melawi dan anak-anak suku Bajo berasal. FREE freedive !. Salam satu nafas :)

Senin, 20 Mei 2013

Free Dive dan Psikologi

Sembilan tahun saya berkecimpung di dunia Psikologi, tidak membuat saya lelah atau bosan. Selalu ada hal dan pengalaman baru yang saya dapatkan. Terlebih beberapa tahun belakangan saya mengenal dan mempelajari Transpersonal Psychology. Mempelajari Transpersonal Psychology membawa berbagai perubahan dalam hidup saya. Transpersonal Psychology bukan topik baru dalam dunia Psikologi. Abraham Maslow pada akhirnya merevisi Hierarchy of Need 11 tahun kemudian setelah ia pertama kali menyampaikan teori tersebut, Victor Frankl lolos dari neraka kamp Nazi di Auschwitz serta ada pula guru besar Psikologi dari Indonesia, Hana Djumhana Bastaman yang menterjemahkan Logotheraphy ke dalam khazanah ke-Islam-an, semua menjurus pada satu titik yaitu Tuhan. Energi terbesar Transpersonal Psychology adalah kebermaknaan hidup. Saya rasa tidak ada yang menyangkal bahwa hidup ini cuma sebatas usia apabila dijalani tanpa makna (meaningless). Transpersonal sendiri sebenarnya merupakan "petunjuk" untuk mencapai kebermaknaan hidup. Secara pribadi saya mendefinisikan, "trans" pada kondisi ambang antara kesadaran dan ketidak sadaran sedangkan yang menjadi medianya adalah (1) nafas. Misalnya dalam Sholat, Yoga, Meditasi dan sebagainya, nafas adalah salah satu cara untuk mencapai ketenangan dan kedamaian. Selanjutnya adalah (2) gerakan, dalam sholat ada yang namanya tuma'ninah  yaitu melakukan gerakan dengan tidak tergesa-gesa sehingga betul betul dapat diresapi. Begitu pula dalam Yoga, tidak ada gerakan yang dilakukan dengan tergesa-gesa, semua unsur gerakan punya efek dan makna. Yang ke (3) yaitu penyerahan diri. Menerima dan sadar bahwa kita tidak ada apa-apanya. Semua kemampuan yang kita miliki hanyalah izin dari Tuhan. Maka ketiga unsur Transpersonal Psychology ini yaitu Nafas, Gerakan, dan Penyerahan diri dalam free dive secara utuh saya maknai sebagai "Total Immersion".