Jam 2.30 dini hari tadi kami terbangun, oleh suara alarm handphone. Masih bermalas-malasan. Baru jam tiga kami benar-benar terbangun, di bangunkan mas Yusuf. Belum terdengar hiruk
pikuk mobil 4 WD menanjak ke Penanjakan. Tosari masih beristirahat dalam damai. Walaupun telah cukup banyak berdiri rumah-rumah penduduk dan penginapan, desa dikawasan Tengger ini memang masih asri. Pelan-pelan kami mulai bersiap. Pukul 4.10 waktu subuh telah masuk, kami tak melihat mas Yusuf. Akhirnya kami putuskan untuk shalat. Se
telah shalat, mas Yusuf belum juga tampak. Aku memerlukan mengetuk ruang istirahatnya untuk memastikan. Mas Yusuf ternyata tertidur lagi. Mungkin setelah membangunkan kami. Ada rasa bersalah juga, karena membangunkan kami mas Yusuf jadi terlambat mengumandangkan adzan.
Sebelum kami bergegas ke Penanjakan, kami sempatkan berpamitan pada mas Yusuf. Mengucapkan terima kasih dan memberikan tiga cup Popmie pada mas Yusuf. Mungkin tak pantas jika di analogikan sebagai ucapan terima kasih. Setidaknya kami ingin berbagi dengan apa yang kami punya.
Meluncur ke penanjakan melalui jalan gelap selebar tiga meter, bersanding hutan kiri dan kanan, berliku dan licin setelah diguyur hujan, kami memacu kendaraan pelan. Baru berjalan sekitar 4 Km kami melintasi portal kawasan wisata Penanjakan, membayar retribusi sebesar Rp 1.000 untuk tiap sepeda motor. Setelah itu kami menanjak lagi kira-kira sepanjang 15 Km. Selama perjalan sekali-kali kami berjumpa dengan masyrakat sekitar yang berjalan kaki, mungkin akan ke ladang, kiraku. Ada pula yang bersepeda motor, tanpa lampu. sungguh hebat pikirku. Tentunya ia penduduk lokal. Karena barang tentu ia sudah hapal jalan dan medan yang ia lalui. Pukul lima kami tiba di Penanjakan, sebelum sang surya muncuat ke permukaan. Kami parkir. Tarif parkir sepeda motor adalah Rp 5.000 per motor. Cuaca sedang bersahabat. Langit cerah seusai hujan semenjak kemarin.
Ramai. Penanjakan telah ramai dipadati turis lokal maupun manca. Hardtop bersandar dimana-mana. Memadati jalan kecil itu. Belum lagi sepeda motor. "seperti pasar malam" komentar dhipta.
Perkiraanku, tak kurang dari 300 orang yang memadati lokasi itu, Penanjakan, untuk menyaksikan matahari terbit. Ya, Peristiwa inilah yang tentunya dinantikan setiap pengunjung Penanjakan. Bukan sekedar melihat matahari terbit, namun lebih-lebih poin utamanya adalah ketika matahari terbit menerpa tiga gunung. Bromo, Batok, dan Semeru.
Untuk menikmati peristiwa alam yang indah ini para pengunjung dapat memanfaatkan semacam balkon yang telah disediakan. Balkon ini kira-kira tak lebih besar dari lapangan basket. Ya, seperti perkiraanku, tak kurang ada 300 orang yang berada di balkon itu. Suasana takjub.Bagi kamu yang menyenangi fotografi, sebenarnya ada beberapa spot menarik yang bisa di eksplorasi. Terutama jika malas beradu dengan ramainya pengunjung. Pertama, kiranya kamu perlu turun kesamping kanan balkon. Di dekat Antena Rally milik Kodam Brawijaya. Bisa terus turun hingga pinggir tebing. yang pasti viewnya tak kalah bagus, dan tak perlu berdesak-desakan. Kedua, Tak perlu sampai ke Penanjakan.
Kira-kira 2 Km sebelum Penanjakan ada dataran tinggi yang bisa di naiki. Viewnya cukup baik juga. Walaupun kami tak melakoninya, Sayang sekali.
Perpaduan peristiwa alam itu semakin memeseona, ketika Bromo dan Semeru menyemburkan abu vulkaniknya. Dan semua mengaguminya. Indonesia.