Kamis, 15 Oktober 2009

sabar


Berikan contoh perilaku sabar.
Di Taman Kanak-kanak tempat saya mengajar, tahun 2007, ada seorang anak yang cukup susah diatur. Kerap ia memukul teman-temannya dan jika diberi penegertian, kerap perilaku tersebut masih terus diulang. Beragam cara saya gunakan, dengan mengamati dan mempelajari perilaku dan berusaha memahami kebutuhan anak tersebut pada akhirnya saya dapat meredam perilaku agresifnya. Setelah itu, berangsur angsur perilaku agresifnya berkurang.

Mengapa perlu sabar?
Tentu saja sabar sangat diperlukan. Saya sering dengar orang bilang: orang sabar disayang tuhan. Nah, jika tuhan aja udah sayang, apalagi hambanya yang lain, ya malaikat, jin, tumbuhan, sesama manusia, semuanya deh… Saya percaya itu.

Bagaimana melatih sabar?
Salah satu cara melatih sabar adalah dengan puasa. Lalu bisa juga dilatih dengan mengurangi bicara dan banyak banyaklah mendengar. Selain itu, banyak membaca buku dengan tema sabar. Insyaallah bisa menjadi ispirasi. Dan yang tidak kalah pentingnya, perbanyaklah istigfar.

Ceritakan pengalaman ketika anda sabar.
Berkaitan dengan kisah saya sebelumnya dengan anak yang berperilaku agresif di atas, saya sadari saya begitu kesal menghadapi perilaku anak tersebut. Namun ini adalah bagian dari profesionalitas pekerjaan, saya telah diberi kepercayaan untuk mendapingi dan menjaga anak-anak tanpa terkecuali dalam proses belajar dan bermain. Lebih lanjut begini ceritanya:
Suatu hari, sebut saja Doni, seperti bisanya memukul teman perempuanya. Seperti belum puas, Doni kembali melakukan aksinya, kali ini dengan teman sesama laki laki, alih-alih perebutan mainan. Dan untuk mendapatkan mainan yang Doni harapkan, Doni merebutnya dengan kasar.
Melihat kejadian itu, saya merasa punya tanggung jawab untuk menengahinya. Seperti yang sudah-sudah, biasanya Doni hanya saya berikan pengertian namun cara ini begitu tidak efektif, mengingat perilaku agresif Doni terus saja terjadi.
Kali ini agak berbeda. Selain berdiskusi sama Doni, saya juga mengajarkan bahwa dipukul itu sakit. Saat itu Doni saya suruh memukul tembok, sebagai representasi jika ia memukul temannya, seperti itulah rasanya. Terus beberapa kali, hingga Doni pun merasa sakit. Setelah itu Doni berjanji tidak akan memukul temanya lagi.
Rupanya hal ini tak membuat Doni jera, dilain waktu Doni tetap saja mengulangi perilakunya. Kemudian saya berfikir, ada hal lain yang Doni perlukan selain pengertian dan pemahaman, setelah ia mengangguk angguk, saya memanggil semua teman-temanya yang sedang bermain didekat kami waktu itu. Lalu saya ajukan pertanyaan begini pada teman-temanya: “teman-teman mau nggak main sama Doni?” sontak teman-temannya menjawab “nggak..!, Doni suka mukul” seketika itu menangislah Doni. Tak perlu banyak berkata kata lagi, Doni hanya memerlukan pelukan hangat.
Setahun kemudian saat saya sudah tidak mengajar lagi, pada suatu kesempatan saya berkunjung ke TK nya Doni, dari kejauhan saya memperhatikan Doni bermain dengan teman temannya, tak ada tinjuan atau tendangan yang saya lihat dari Doni, riang sekali. Begitu melihat saya, Doni langsung meneriaki nama saya, dan memeluk saya, rasanya rindu dan haru sekali.

Ceritakan pengalaman ketika anda tidak sabar.
Saya adalah orang yang cukup menjaga penampilan, dalam artian, berdasarkan selera, rasa nyaman dan style yang cocok menurut saya. Pada suatu ketika tanpa sengaja saya berjumpa dengan sepasang sepatu yang belakangan saya idamkan, disebuah pasar lokal bernama Pakuncen. Singkat cerita, setelah saya coba ternyata pasangan sepatu tersebut nge-pas sama pasangan kaki saya, dan harganya juga sangat-sangat lumayan dari pasaran. Jika di Pakuncen saya dapat Rp 70.000,- dengan kondisi tangan kedua, maka di Matahari Mal saya harus merogoh saku sekitar Rp 1.000.000 untuk sepatu serupa tapi tak sama dengan kondisi baru. Tak sabaran untuk segera saya kenakan dan tanpa pikir panjang, langsung saja saya bawa pulang.
Ternyata harga turut menentukan kualitas, mungkin memang begitu adanya. Tak pelak, baru sekali pakai, rasanya ada sobekan di bagian samping sepatu saya. Kemudian saya serahkan pada ahlinya. Setelah diperbaiki, rasanya sepatu tersebut jadi tambah sempit, hingga sakit jika dikenakan. Saya kembalikan lagi pada ahlinya. Setelah lama menunggu dengan beragam persoalan ternyata terbongkarlah beberapa kekurangan sepatu saya yang tak saya cermati dari awal. Hingga saya harus merogoh beberapa puluh ribu lagi agar sepasang sapatu tersebut menjadi layak pakai.

© kiki kurniawan. tugas psikologi islami madya. magister profesi psikologi universitas islam indonesia. 2009

1 komentar:

pampam mengatakan...

mantap cuy. ini dia perlu yang pengalaman juga buat ngatasi peristiwa Doni begini. wah sori baru berselancar di sini. tapi memang yang begini ini perlu buat orangtua dan calon orangtua, kebanyakan selalu menghardik anak yang bikin kesal atau alih2 main fisik. ealah. tulisan ini perlu kalian baca! good.

Posting Komentar